Jumat, 21 Oktober 2016

Tiga Pilar Dasar Kepemimpinan Indonsia

Sangat Banyak yang akan di bahas kalau kita bicara tentang kepemimpinan, ada banyak referensi dan bacaan yang beredar dalam buku-buku, majalah, media masa dan media elektonik. Kita semua nantinya pasti akan jadi pemimpin minimal kita akan memimpin keluarga kita sendiri atau diri sendiri. Bagi sebagian orang menjadi pemimpin adalah langkah awal membangun sebuah sosial kemasyarakatan. Disini saya akan membahas tentang "Tiga Pilar Dasar Kepemimpinan" tulisan ini dikutip dari sebuah artikel Aries Heru Prasetyo.

Pola kepemimpinan nasional dibangun dari tiga pilar yaitu spiritualis, intelektualis dan kebangsaan. Tanpa adanya harmonisasi di antara tiga pilar tersebut seorang pemimpin akan sulit mengarahkan kemajuan untuk bangsa yang besar ini. Seorang pemimpin yang pertama yang harus memiliki sifat spiritualitas karena bicara tentang kepemimpinan berarti bicara tentang bagaimana seseorang memimpin, bagaimana mungkin seseorang yang tidak memiliki kepercayaan terhadap tuhannya bisa menjalankan tanggung jawab kepemimpinannya.

Dalam diri manusia terdapat dua dimensi yang saling melekat erat yakni; dimensi kemanusian itu sendiri dan identitas Ilahi. Dari dimensi identitas Ilahi lah pemimpin memahami mana yang benar dan mana yang tidak. Seorang pemimpin dihadapkan pada kelemahan sosok manusia yang jauh dari kesempurnaan inilah yang disebut sebagai identitas manusia. Manusia yg jauh dari kesempurnaan ditambah dengan kurang atau lemahnya identitas Ilahi, potensi inilah yang nanti akan menyalahgunakan kepemimpinan. Ketika dimensi ilahi lebih kuat, maka dengan cepat sang pemimpin mematikan hasrat individunya untuk berpikir pada kepentingan yang jauh lebih besar.

Intelektualitas seorang pemimpin akan di uji saat adanya hambatan-hambatan dalam memimpin adanya kontra batin antara keimanan dengan intelektualitasnya yang akan mendominasi pradigma nalar atau keyakinannya. Tampak jelas bahwa spriritualitas pemimpin akan membuahkan intelektualitas yang sejati. Makin kuat spriritualitasnya maka makin besar pula daya ilahi bekerja di setiap pemikirannya. Inilah yang akan menjadi aura seorang pemimpin

Sosok kepemimpinan yang ada seperti Ki Hajar Dewantara, yang membawa prinsip tut wuri handayani mengajarkan kita menjadi pemimpin harus menjadi teladan dan contoh yang baik bagi anggota yang dipimpinnya, pemimpin yang sama2 berjuang dengan anggotanya dan ada saatnya tidak selalu mendikte anggotanya dengan memberikan dorongan saat melakukan pekerjaannya atau menemukan sesuatu yang baru. Prinsip itu mengajarkan kita akan tanggung jawab utama pemimpin yakni selalu hadir di setiap semangat rakyatnya dalam meraih kehidupan yang lebih baik.

Dalam pemahaman bahwa antara spiritualitas dan intelektualitas merupakan kedua sisi mata uang, maka buah yang sejati dari keduanya adalah nilai-nilai kebangsaan. Jelas bahwa spriritualitas dan intelektualitas akan menciptakan sebuah kekuatan yang akan membuat pemimpin berani keluar dari zonanya untuk hidup di ranah kehidupan orang lain. Konsep inilah yang dikenal dengan istilah servant leadear (pemimpin yang melayani) dimana kehadiran seseorang pemimpin bertujuan pada pelayanan atau bukan untuk dilayani.

Pembentukan kepemimpinan nasional juga memerlukan peran serta aktif dari mereka yang dipimpinnya (rakyat). Pemahaman bahwa rakyat adalah mitra kerja pemimpin harus terus menerus diupayakan secara objektif, rakyat tak harus dituntut untuk terus menerus memberikan penilaian berupa kritikan semata., melainkan juga memberi kan alternatif ide yang akan membawa bangsa akan kehidupan yang jauh lebih baik.


Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More